Arsip Infografis – Kemarin ada kabar yang cukup mengejutkan namun juga sangat menyedihkan Indonesia dibawa ke arbitrase internasional karena dianggap wanprestasi terhadap kontrak sewa satelit. Uniknya kontrak tersebut dilakukan oleh pejabat lembaga negara ke beberapa perusahaan dalam waktu yang hampir bersamaan ketika anggaran APBN belum tersedia.
Sudah ada dua pulsaan yang diputus secara hukum dan kita harus membayar hampir satu triliun rupiah dan berpeluang lebih banyak perusahaan lain yang melakukan gugatan yang sama.
Kerugian itu terjadi lantaran adanya penyalahgunaan dalam pengelolaan satelit garuda-1 yang telah keluar orbit dari slot orbit 123 derajat bujur timur. Tepatnya pada tahun 2015 sehingga terjadi kekosongan pengelolaan satelit oleh Indonesia berdasarkan peraturan International telecommunication Union atau ITY.
Negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali slot orbit. Apabila tidak dipenuhi hak pengelolaan slot orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain. Sebelum lebih jauh mengurai masalah satelit kemenhan ini, kita akan kenali dulu apa itu it you dan kenapa penggunaan slot satelit dilakukan oleh lembaga ini.
International telecommunication Union atau ITY adalah badan khusus PBB untuk teknologi informasi dan komunikasi. Didirikan pada tahun 1865 untuk memfasilitasi konektivitas internasional dalam jaringan komunikasi mengalokasikan spektrum radio global dan orbit satelit.
Mengembangkan standar teknis yang memastikan jaringan dan teknologi saling terhubung dengan mulus. Upaya untuk meningkatkan akses tik ke seluruh dunia. Meskipun satelit akan mengorbit tepat di atas wilayah negara kita.
Megara tidak memiliki kedaulatan atas orbit luar angkasa. Prinsipnya orbit luar angkasa adalah milik bersama dan akan dikelola untuk tujuan damai. Negara memikul tanggungjawab internasionalnya atas setiap aktivitas nasionalnya pada ruang angkasa meskipun aktivitas tersebut dilakukan oleh instansi pemerintah dan non-pemerintah.
Selain Itu penyediaan layanan kapasitas oleh satelit asing di wilayah Indonesia merupakan bagian dari kesepakatan perdagangan dunia sebagaimana diatur oleh WTO. Feeling satelit adalah dokumen teknis dari jaringan sistem satelit dan dokumen lain yang didaftarkan kepada ETY oleh administrasi telekomunikasi untuk dapat menggunakan spektrum frekuensi radio di orbit satelit tertentu sebagai ketentuan ETY.
Perusahaan swasta maupun negara boleh mengajukan slot feeling satelit ke ETY. Biasanya diverifikasi dahulu oleh Departemen komunikasi dalam negeri baru diajukan ke ETY.
Itu kenapa negara maju yang menguasai teknologi peluncuran roket dan pengembangan satelit memiliki jumlah satelit yang jauh lebih banyak atau misalnya Elon Musk yang meluncurkan 50 satelit setiap dua minggu dan saat ini sudah memiliki ribuan satelit yang mengorbit.
Sistem penggunaan slot satelit ini mengarah pada siapa yang duluan masuk itu yang akan dilayani terlebih dahulu. Dikutip dari pemberitaan Kompas ID kemelut ini berawal ketika tahun 2015 saat satelit garuda Indonesia keluar dari orbit. Akibatnya terjadi kekosongan pada orbit 123 derajat bujur timur putarkan aturan ETY negara yang telah mendapat hak pengelolaan wajib mengisi slot nya kembali kalau tidak akan dialihkan ke negara lain.
Merespon hal ini Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Pertahanan saat itu Ryamizard Ryacudu untuk membenahi. Pertimbangannya kategori slot adalah satelit L band yang sangat strategis karena hanya sekitar delapan negara yang memiliki slot ini.
Slot elband dianggap sangat penting untuk pertahanan karena bisa dipakai pada cuaca apapun. Selain itu jumlahnya juga tidak banyak kebetulan saat itu ada satelit artemis milik Avantie communication limit yang akan habis bahan bakarnya pada tahun 2019.
Kemenhan pun akhirnya membuat kontrak sewa satelit artemis dengan biaya sekitar 30 juta Dollar Amerika. Kontrak diteken Kendati menggunakan slot orbit 123 derajat bujur timur. Fari Kementerian komunikasi dan informatika baru 29 Januari 2016.
Di saat yang hampir bersamaan kemenhan juga membuat kontrak dengan navayo, airbrush, detente, Hogan level dan tele saat selama kurun waktu 2015 dan 2016. Namun perjalanan kontra ini tidak mulus satelit airbrush tidak pernah dibayar sehingga kontrak dianggap ditunda pembayaran ke Affandi juga tidak sesuai nilai kontrak yang disepakati sehingga perusahaan menarik satelit artemis dari slot 123 bujur timur pada November 2017.
Mengko Mahfud MD mengungkapkan pada saat melakukan kontrak dengan Avantie kemenhan belum memiliki anggaran. Anggaran juga belum tersedia ketika kemenhan teken kontrak dengan navayo, airbrush, detente, Hogan lovell dan juga tlsa.
Pada tahun 2016 kata Mahfud MD anggaran telah tersedia tetapi kemenangan melakukan self blocking atas. Permasalahan ini anti menggugat Indonesia di London code of International arbitration pada 9 Juli 2019.
Pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara harus mengeluarkan pembayaran untuk sewa satelit seperti artemis biaya arbitrase biaya konsultan dan biaya feeling satelit nilainya setara dengan 515 milyar rupiah.
Ruwetnya lagi navayo juga mengajukan tagihan 16 juta Dollar Amerika kepada Kementerian Pertahanan. Terkait perkara ini pengadilan arbitrase Singapura pada 22-05-2018 meluarkan putusan yang mewajibkan kemenangan membayar 20 juta Dollar Amerika atau setara 314 miliar kepada navayo.
Mahfud MD menyatakan bahwa selain keharusan membayar kepada navayo, kemenhan juga berpotensi ditagih pembayaran oleh airbrush, detente, Hogan khas dan juga Teleshop. Sehingga negara bisa mengalami kerugian yang jauh lebih besar lagi.
Strategi asal tanda tangan kontrak ini lah yang menjadi akar masalah kerugian sebesar ini harus ditanggung oleh negara karena pembuat kontrak yang kurang memahami konsekuensi kedepannya.
Bisakah kita tidak membayar karena kesalahan wanprestasi ini. Sayangnya peraturan transaksi jasa satelit berada dibawah naungan WTO. Negara yang menolak arbitrase bisa saja mendapatkan sanksi dari WTO atau bisa lebih pelik lagi jika perusahaan peluncur satelit dan operator melakukan blacklist.
Saluran komunikasi digital dan radio kita sangat rentan apalagi jika sampai kehilangan slot orbit. WTO didirikan pada tahun 1995 dan sekarang memiliki 153 negara anggota. Semua anggota WTO adalah penandatangan general agreement on trade in service sebuah perjanjian yang dibuat untuk memperluas perdagangan bilateral di sektor jasa.
Sebelumnya pada perjanjian perdagangan berbagai prinsip dan kesepakatan yang dibuat di bawah WTO telah berkontribusi terhadap liberalisasi dan privatisasi pasar telekomunikasi di seluruh dunia.
Penurunan hambatan perdagangan diantara anggota WTO telah sangat menguntungkan bagi perkembangan industri satelit. Kasus satelit kemenhan ini bukan sekedar berpotensi merugikan keuangan negara namun juga akan mempersulit posisi kita kedepannya. Ditengah perkembangan dunia digital yang semakin tergantung kepada akses satelit.